BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ahlussunnah
Ahlusunnah merupakan kata majemuk dari kata ahl dan al-sunnah.kata ahl
berarti keluarga atau kelompok, sedangkan al-sunnah berarti kebiasaan dan
ajaran yang disampaikan dan ajaran yang disampaikan oleh nabi.
Menurut
Maulana Abu Said Al-Kadimy Ahlussunnah adalah orang-orang yang pengikut
sunnah Rasulallah. Artinya berpegang teguh dengannya. Sedangkan yang di maksud
Al-Jama’ah ialah jama’ah Rasulullah dan mereka adalah para sahabat dan tabi’in.
mereka itu adalah orang-orang yang di jamin selamat dari api neraka.[1]
B. Asal-Usul
Penamaan Ahlussunnah
Madzhab
ahlussunnah merupakan jalan yang ditempuh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Mereka bukan pembuat bid’ah, sehingga nama tersebut tidak dinisbatkan kepada perorangan
atau kelompok. Itulah mengapa kami katakan penamaan ahlussunnah tidak
mengatakan lahirnya ahlussunnah. Karena madzhab ahlussunnah ini lahir pada
tahun sekian.
Menurut Ibn taimiyah, madzhab ahlussunnah adalah madzhab
yang telah ada ssejak dulu. Mereka telah sepakat bahwa Ijma’
sahabat adalah hujjah, tapi mereka berbeda pendapat tentang kedudukan ijma’
orang-orang sesudah sahabat.
Adapun mengenai awal penamaan ahlussunnah ialah ketika
telah terjadi perpecahan, munculnya berbagai golongan, serta banyaknya bid’ah
dan penyimpangan. Pada saat itulah ahlussunnah
menampakkan identitasnya yang berbeda dengan yang lain, baik dalam aqidah maupun
manhaj mereka. Namun pada hakikatnya, mereka itu hanya merupakan proses
kelanjutan dari apa yang dijalankan Rasulullah Saw dan para sahabatnya.[2]
C. Aliran
As-Salaf
Arti
salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam
istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami,
mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari
shahabat Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in (kaum mukminin yang
mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para shahabat) dan para tabi’it tabi’in
(kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman / murid dari tabi’in). istilah
yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya
pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits dinamakan
as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi.
Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.[3]
Definisi
salaf menurut Thablawi Mahmmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf
terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, Tabi’I tabi’tabi’in, para
pemuka abad ketiga dan para pengikutnya pada abad ke 4H yang terdiri atas para
muhadisain dan yang lainnya. Salaf berarti pula ulam-ulama shaleh yang hidup
padas tiga abad pertama islam. Menurut Asyah Rastani, ulama salaf adalah yang
tidak menggunakan ta’wil (dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat) dan tidak
mempunyai paham tasyibih. Sedangkan Mahmud Al-Bisyi Bisyi dalam Al-Firoq
Al-Islamiyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’in, dan tabi’in yang
dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat
Allah yang menyerupai saegala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan
menggunakannya.
Ibrahim
masykur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut:
1.
Mereka lebih mendahulukan riwayat
(Naqli) dari pada dirayah (“akal”)
2.
Dalam persoalan pokok-pokok agama
(ushuludin) dan persoalan-persoalan cabang agama (furu’adin), mereka hanya
bertolak dari penjelasan dari Al-Kitab dan rasional
3.
Mereka mengimani Allah tanpa
perenungan lebih lanjut (tentang zat-Nya)
dan tidak pula mempunyai paham antropomorpisme.
4.
Mereka memahami ayat-ayat
Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mena’wilkannya.
Ciri khas golongan ini adalah, mereka kembali kepada
penafsiran harfiah (literalis) atau nash dan memunculkan tradisi kalam dan
hukum, sebagaimana ketika perkembangan pertama dalam islam, terutama
pemikiran-pemikiran Ahmad bin Hambal, serta menolak dominasi menolak dominasi
akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan.
Menurut
Harun Nasution, secara kronologis salafiyah bermula dari imam ahmad ibnu
hambal. Lalu ajarannya di kembangkan Imam ibnu Taimiyah, kemudian disuburkan
oleh imam Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, dan akhirnya berkembang di dunia islam
secara sporadis.[4]
1. Pemikiran
Teori Imam Ahmad Bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah.
a.
Pemikiran Teori Ibn Hanbal
1) Tentang
ayat-ayat mutasyabihat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Hanbal lebih suka
menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) dari pada pendekatan ta’wil, terutama
yang berkaitandengan sifat-sifat tuhan dan ayat-ayat mutasyabihat.
2)
Tentang Status Al-Qur’an
Menurut beliau Al-quran adalah bersifat qadim. Hal ini
bertentangan dengan pemerintah semasa beliau
hidup yang menganut paham Muktazilah, dan hal inilah yang membuat beliau
dipenjarakan beberapa kali.
b.
Pemikiran Teori Ibn Taimiyah
Pikiran-pikaran
Ibn Taimiyah seperti yang dikatakan oleh Ibrahim Madzkur, adalah sebagai
berikut:
1) Sangat
berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al-Hadits
2) Tidak
memberikan ruang yang bebas pada akal.
3) Berpendapat
bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu agama.
4) Di
dalam islam yang diteladani hanya tiga generasi saja. (sahabat, Tabi’in, dan
Tabi’I tabi’in)
5) Allah
tidak memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.
6)
Percaya sepenuh hati terhadap
sifat-sifat Allah yang ia sendiri atau Rasul-Nya menyifati.[5]
Berdasarkan
alasan diatas,Ibn Taimiyah tidak menyetujuipenafsiran ayat-ayat mutasyabihat.
Menurutnya, ayat atau hadits yang menyangkut sifat Allah harus diterima dan
diartikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidak men-tajsimkan tidak
menyerupai-Nya dengan makhluk, dan tidak bertanya tentang-Nya.
Ibn Taimiyah mengakui tiga hal dalam masalah keterpaksaan
dan ikhtiar manusia, yaitu: Allah tidak meridhai perbuatan baik dan tidak
meridhai perbuatan buruk. Pencipta segala bentuk hamba
pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak secara
sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
D. Al-Khalaf
Kata
khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III
H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf. Suatu golongan dari ummat Islam
yang mengambil fislafat sebagai patokan amalan agama dan mereka ini
meninggalkan jalannya as-salaf dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Tokoh-tokoh ulama khalaf antara lain :
1. Al-Maturidi
Beliau dilahirkan di Maturid.
Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar
pertengahan abad ke-3 Hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M.
Al-Maturidi
membagi kaitan sesuatu dengan akal ada tiga macam, yaitu :
a. Akal
dengan sendirinya hanya mengetahiu kebaikan sesuatu itu
b. Akal
dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu.
c. Akal
tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran
wahyu.
2. Abu
Hasan Al-Asy’ari .
Diantara
pemikiran Asy’ari dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Sifat Tuhan
Menurut
Asy’ari, Tuhan mempunyai sifat. Tuhan tidak mungkin mengetahui dengan zat-Nya,
karena dengan demikian berarti zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri
adalah pengetahuan. Sedangkan Tuhan bukanlah pengetahuan
b.
Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan
Manusia.
Tentang kekuasaan Tuhan, Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan
mempunyai kekuasaan mutlak, kemutlakan kekuasaannya tidak tunduk dan terikat
kepada siapa dan apa pun. Tuhan dapat berkehendak menurut
apa yang dikehendaki-Nya.
c.
Keadilan Tuhan.
Keadilan Tuhan menurut Asy’ari
tidak bertentangan dan atau mengurangi kekuasaan mutlak Tuhan. Sebaliknya,
bahkan paham keadilan Tuhan merupakan manifestasi dari kehendak mutlak Tuhan.
Tuhan sebagai pemilik sebenarnya (al-Mulk) dapat berkuasa sepenuhnya sesuai
dengan apa yang Ia kehendaki.
d.
Melihat Tuhan di akhirat.
Menurut
Asy’ari, Tuhan dapat dilihat oleh manusia di akhirat kelak. Asy’ari juga
mengemukakan alasan logika, Sehubungan
dengan pandangannya ini, Asy’ari mengartikan orang kafirlah yang di akhirat
nanti tidak dapat malihat Tuhan.
e.
Anthropomorphisme (tajassum).
Berlainan
dengan Mu’tazilah, Asy’ari berpandangan bahwa Tuhan punya wajah, tangan, mata
dan yang semisal dengannya, karena hal ini sesuai dengan penegasan ayat
al-Quran.
f.
Al-Quran (Kalamullah).
Menurut
pendapat Asy’ari, al-Quran bukan makhluk sebagaimana pendapat Mu’tazilah.
Asy’ari berpandangan bahwa al-Quran itu tidak diciptakan.
g.
Pelaku dosa dan konsep iman.
Bagi Asy’ari, orang yang berdosa besar adalah tetap
mukmin, karena imannya masih ada, tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia
menjadi fasiq.
h. Pengiriman
utusan Allah atau rasul.
Semuanya itu dilakukan oleh Tuhan
lebih berdasarkan kepada kehendak mutlak-Nya.
i.
Janji dan ancaman.
Pandangan Asy’ari tentang janji
dan ancaman juga berlandaskan kepada paham adanya kehendak mutlak Tuhan itu.
Tidak wajib bagi Tuhan untuk memberikan pahala (balasan baik) bagi orang yang
berbuat baik dan tidak wajib pula bagi-Nya.[6]
KESIMPULAN
Mayoritas
ummat Islam di seluruh dunia adalah pengikut sunni atau ahlussunnah. Menurut
Maulana Abu Said Al-Kadimy Ahlussunnah adalah orang-orang yang pengikut sunnah
Rasulallah. Artinya berpegang teguh dengannya.
Ahlussunah terdapat dua macam pembagian yaitu aliran
salaf, dan aliran khalaf. Dimana tokoh-tokoh salaf diantaranya Imam Ahmad ibn
Hambal, dan Ibn Taimiyah. Sedangkan tokoh ulama khal;af diantaranya
Al-Maturidi, dan Al-Asy’ari